AL-QUR’AN DAN KANDUNGANNYA
A. Pengertian Al-Qur’an
1. Secara Bahasa (Etimologi)
Merupakan
mashdar (kata kerja yang dibendakan) yang diartikan dengan isim maf’ul, yakni makruh’,
artinya sesuatu yang dibaca. Maksudnya, Al-Qur’an itu adalah bacaan yang dibaca.
Penamaan kitab Allah S.W.T. Yang di turunkan kepada Nabi Muhammad S.A.W ini
dengan bacaan (Al-Qur’an), memang sungguh tepat. Alasannya, karna fakta sejarah
maupun bukti impiris (sosiologis) selalu menunjukkan bahwa di kolong langit
ini, tidak satupun bacaan yang jumlah pembacanya sebanyak pembaca Al-Qur’an.
Betapa tidak! Bukannya saja dari
kalangan muslimin sendiri yang membaca dan mempelajari Al-Qur’an, tetapi banyak
pula dari orang-orang non-muslim seperti orientalis dan sebagainya.
Menurut
sebagian ulama, lafaz Qur’an serupa dengan lafaz qira’ah, yang mana ia
merupakan bentuk masdar dari kata qara’a.
Kata Qara’a itu sendiri mempunyai
arti mengumpulkan dan menghimpun; dan qira’ah
berarti menghimpun huruf-huruf dan kata-kata yang satu dengan yang lainnya
dalam satu ucapan yang tersusun dengan rapi.
Dalam
pengertian diatas, maka qara’a –
qira’atan berarti membaca, sedangkan qur’anan
bermakna maqru’ (isim maf’ul dari qara’a) yang berarti suatu yang dibaca
(bacaan). Pendapat ini mengambil argumen dari firman Allah dalam al-Qur’an
surat al-Qiyamah ayat 17-18 sebagai berikut:
Artinya: “Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (al-Qur’an)
di dadamu dan (membuatmu pandai) membacanya. Maka apabila Kami telah selesai
membacakannya maka ikutilah bacaannya itu”. (Q.S. Al-Qiyamah: 17-18)
Qur’an dikhususkan sebagai nama bagi kitab yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad s.a.w sehingga Qur’an menjadi nama khas kitab
itu, sebagai nama diri. Dan secara gabungan, kata itu dipakai untuk nama Qur’an
secara keseluruhan, begitu juga untuk penamaan ayat-ayatnya. Maka jika kita
mendengar orang membaca ayat Al-Qur’an, kita boleh mengatakan bahwa ia sedang
membaca Qur’an.
2. Secara Syari’at (Terminologi)
Merupakan kalam
Allah SWT yang diturunkan kepada Rasul dan penutup para Nabi-nya, Nabi Muhammad
SAW, diawali dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Naas.
Para ulama menyebutkan definisi Qur’an yang mendekati
maknanya dan membedakannya dari yang lain dengan menyebutkan bahwa: “Qur’an
adalah Kalam atau Firman Allah yang di turunkan kepada Muhammad s.a.w yang
pembacaannya merupakan suatu ibadah.” Dalam difinisi, “kalam” merupakan
kelompok jenis yang meliputi segala kalam. Dan dengan menghubungkannya kepada
Allah (kalamullah) berarti tidak termasuk semua kalam manusia, jin, dan
malaikat.
Dan dengan kata-kata “yang diturunkan” maka tidak
termasuk Kalam Allah yang sudah khusus menjadi milik-Nya.
“Katakanlah: ‘sekiranya lautan menjadi tinta untuk menuliskan firman tuhanku, akan
habislah lautan sebelum firman tuhanku habis di tulis; sekalipun kami berikan
tambahannya sebanyak itu pula.” (Al-kahfi{18};109).
“Dan seandainya pohon-pohon
di bumi menjadi pena dan lautan (menjadi tinta), ditambahkan sesudahnya tujuh
lautan (lagi) sesudah (kering) nya, niscaya tidak akan habis-habisnya
(dituliskan) kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.” (Lukman {31};27)
Dan membatasi apa yang diturunkan itu hanya “kepada
Muhammad s.a.w.”, tidak termasuk yang diturunkan kepada nabi-nabi sebelumnya,
seperti Taurat, Injil dan yang lain. Sedangkan “yang pembacaanya merupakam
suatu ibadah” mengecualikan hadist ahad
dan hadist-hadist kudshi – bila kita berpendapat bahwa yang di turunkan dari Allah
itu kata-katanya – sebab kata-kata “pembacaanya sebagai ibadah” artinya
perintah untuk membacanya dalam shalat dan lainnya sebagai suatu ibadah. Sedangkan
qiraat ahad dan hadist-hadist kudsi
tidak demikian halnya. Allah SWT telah menjaga al-Qur’an yang agung ini dari
upaya merubah, menambah, mengurangi atau pun menggantikannya. Dia ta’ala telah
menjamin akan menjaganya sebagaimana dalam firman nya:
“Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan al-Qur’an dan sesungguhnya Kami
benar-benar memeliharanya.” (Q.S al-Hijr:9)
Oleh karena itu, selama
berabad-abad telah berlangsung namun tidak satu pun musuh-musuh Allah yang
berupaya untuk merubah isinya, menambah, mengurangi atau pun menggantinya.
B. Nama-nama Al-Qur'an
Al-Qur’an mempunyai banyak nama, ini menunjukkan kemulian
Al-Qur’an. Sebab, seperti di nyatakan al-Sayuthi, fa’inna katsrat al-asma’ tadullu ‘ala syarafi al-musamma.
Maksudnya, sesungguhnya banyak nama itu mengisyaratkan kemulian sesuatu yang diberi
nama. Menurut ‘Uzayzi Ibn ‘Abd al-Mulk, yang lebih populer dengan sebutan Abu
al-Ma’ali Syaydzalah (w. 495 H/997 M), Al-Qur’an memiliki 55 macam nama; sedangkan
menurut Abu al-Hasan al-Harali (w. 647 H/1249M), malahan lebih dari 90 macam
nama Al-Qur’an.
Dalam pada itu Ibn jazzi Al-Kilabi (741-792 H) menegaskan
bahwa yang tepat, Al-Qur’an hanya memiliki empat macam nama yakni Al-Qur’an, al-Kitab, al-Furqan, dan al-Dzikr.
Sedangkan selebihnya, yakni yang 51 hingga 90 atau bahkan lebih banyak lagi
dari itu, hanya merupakan sifat (bukan nama) seperti penyifatan Al-Qur’an
dengan: al-Azhim (Yang Agung), al-Karim (Yang Mulia), al-Matin (Yang Kuat),
al-Aziz (Yang Perkasa), al-Majid (Yang Pemurah/Mulia), dan begitulah
seterusnya.
Terdapat lebih dari 10 nama
Al-Quran dirakamkan oleh Allah dalam kitabnya. Nama-nama itu menepati ciri-ciri
dan kriteria Al-Quran itu sendiri.
1.
Al-qur’an
Al-Qur'an
adalah kitab suci agama Islam, umat Islam percaya bahwa Al-Qur'an merupakan
puncak dan penutup wahyu Allah yang diperuntukkan bagi manusia dan bagian dari rukun
iman yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantaraan Malaikat
Jibril dan wahyu pertama yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW.
“Sesungguhnya Al-Qur’an ini memberi petunjuk kepada (jalan)
yang lebih lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang Mukmin yang
mengerjakan amal shaleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar.” (al-Isra’[17]:9).
2.
Al-Kitab
(Kitab)
Perkataan
Kitab di dalam bahasa Arab dengan baris tanwin di akhirnya (kitabun)
memberikan makna umum yaitu sebuah kitab yang tidak tertentu. Apabila ditambah dengan alif dan lam
di depannya menjadi (Al Kitab) ia telah berubah menjadi suatu yang khusus (kata
nama tertentu). Dalam hubungan ini, nama lain bagi Al-Quran itu disebut oleh
Allah adalah Al-Kitab.
“Sesungguhnya telah kami turunkan kapada kamu sebuah kitab
yang di dalamnya terdapat sebab-sebab kemulian bagimu. Maka apakah kamu tidak
memahaminya?.” (al-Anbiyaa’[21]:10).
3.
Al-Hudaa
(Petunjuk)
Allah SWT
telah menyatakan bahwa Al-Quran itu adalah petunjuk. Dalam satu ayat Allah
menyatakan Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia (2:185) dan dalam satu ayat
yang lain Allah nyatakan ia sebagai petunjuk bagi orang-orang betaqwa. (3:138 )
“Wahai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu nasihat dari Tuhanmu,
dan obat bagi yang ada di dalam dada, dan petunjuk serta rahmat bagi
orang-orang yang beriman.” (Yunus [10]:57).
4.
Al-Furqan
(Pembeda)
Allah SWT
memberi nama lain bagi Al-Quran dengan Al-Furqan berarti Al-Quran sebagai
pembeda antara yang haq dan yang batil. Mengenali Al-Quran maka kesannya
sewajarnya dapat mengenal Al-Haq dan dapat membedakannya dengan kebatilan.
“Maha suci Allah yang telah menurunkan Al-Furqan (Al-Quran) kepada
hamba-Nya agar dia menjadi peringatan kepada seluruh alam”. (Q.S al-Furqan: 1)
5.
Ar-Rahmah
(Rahmat)
Allah
menamakan Al-Quran dengan rahmat karena dengan Al-Quran ini akan melahirkan
iman dan hikmah. Bagi manusia yang beriman dan berpegang kepada Al-Quran ini
mereka akan mencari kebaikan dan cenderung kepada kebaikan tersebut.
“Dan
Kami turunkan dari Al-Quran (sesuatu) yang menjadi penawar serta rahmat bagi
orang-orang yang beriman, sedangkan bagi orang-orang yang zalim (Al-Quran itu)
hanya akan menambah kerugian.” (Q.S
al-Isra: 82)
6.
An-Nuur
(Cahaya)
Panduan
yang Allah gariskan dalam Al-Quran menjadi cahaya dalam kehidupan dengan mengeluarkan
manusia daripada takut kepada cahaya kebenaran, daripada kesesatan dan
kejahilan kepada kebenaran ilmu, daripada perhambaan sesama manusia kepada
mengabdikan diri semata-mata kepada Yang Maha Mencipta dan daripada kesempitan
dunia kepada keluasan dunia dan akhirat.
“Wahai manusia, telah datang kepadamu bukti
kebenaran dari tuhanmu, dan telah kami turunkan kepadamu cahaya yang terang
benderang.”(An-Nisa’[4]:174)
7.
Ar-Ruuh (Roh)
Allah SWT
telah menamakan wahyu yang diturunkan kepada Rasulnya sebagai roh. Sifat roh
adalah menghidupkan sesuatu. Seperti jasad manusia tanpa roh akan mati, busuk
dan tidak berguna. Dalam hubungan ini, menurut ulama, Al-Quran mampu
menghidupkan hati-hati yang mati sehingga dekat dengan penciptanya.
“Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu (Muhammad) Ruuh (Al-Quran) dengan
perintah Kami, … (Q.S ash-Shura: 52)
8.
Asy-Syifaa’
(Penawar)
Allah SWT
telah mensifatkan bahwa Al-Quran yang diturunkan kepada umat manusia melalui
perantara Nabi Muhammad SAW sebagai penawar dan penyembuh. Bila disebut penawar
tentu ada kaitannya dengan penyakit. Dalam tafsir Ibnu Kathir dinyatakan bahwa
Al-Quran adalah penyembuh dari penyakit-pnyakit yang ada dalam hati manusia seperti
syirik, sombong, bongkak, ragu dan sebagainya.
“Wahai manusia! Sungguh, telah Kami datangkan kepadamu pelajaran (Al-Quran)
dari Tuhanmu, penawar bagi penyakit yang ada di dalam dada, dan petunjuk serta
rahmat bagi orang yang beriman.” (Q.S Yunus: 57)
9.
Al-Haq
(Kebenaran)
Al-Quran
dinamakan dengan Al-Haq karena dari awal hingga akhirnya, kandungan Al-Quran
adalah semuanya benar. Kebenaran ini adalah datang daripada Allah yang menciptakan
manusia dan mengatur sistem kehidupan manusia dan Dia Maha Mengetahui
segala-galanya. Oleh karena itu, ukuran dan pandangan dari Al-Quran adalah
sesuatu yang sebenarnya mesti diikuti dan dijadikan prioritas yang paling utama
dalam mempertimbangkan sesuatu.
“Kebenaran
itu dari Tuhanmu, maka janganlah sekali-kali engkau (Muhammad) termasuk
orang-orang yang ragu.” (Q.S al-Baqarah: 147)
10. Al-Aziz (Yang Mulia)
“Mereka yang mengingkari az-Zikr (Qur’an) ketika Qur’an itu datang kepada
mereka, (mereka pasti akan celaka). Qur’an adalah kitab yang mulia.” (Fussilat [41]:41).
11.
Al-Mau’izhah
(Pengajaran)
Al-Quran
yang diturunkan oleh Allah adalah untuk kegunaan dan keperluan manusia, karena
manusia sentiasa memerlukan peringatan dan pelajaran yang akan membawa mereka
kembali kepada tujuan penciptaan yang sebenarnya. Tanpa bahan-bahan pengajaran
dan peringatan itu, manusia akan terlalai dan alpha dari tugasnya karena
manusia sering didorong oleh nafsu dan dihasut oleh syaitan dari mengingati dan
mentaati suruhan Allah.
“Dan sungguh Kami telah mudahkan Al-Quran untuk peringatan, maka adakah
orang yang mahu mengambil pelajaran? (daripada Al-Quran ini).”(Q.S al-Qamar: 22)
12.
Adz-Dzikr
(Pemberi Peringatan)
Allah SWT
menyifatkan Al-Quran sebagai adz-dzikra (peringatan) karena sebetulnya Al-Quran
itu senantiasa memberikan peringatan kepada manusia karena sifat lupa yang
tidak pernah lekang daripada manusia. Manusia mudah lupa dalam berbagai hal,
baik dalam hubungan dengan Allah, hubungan sesama manusia maupun lupa terhadap
tuntutan-tuntutan yang sepatutnya ditunaikan oleh manusia. Oleh karena itu
golongan yang beriman dituntut agar senantiasa mendampingi Al-Quran. Selain
sebagai ibadah, Al-Quran itu senantiasa memperingatkan kita kepada tanggung jawab
kita.
“Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan adz-zikra (Al-Quran) dan Kamilah yang
akan menjaganya (Al-Quran).” (Q.S al-Hijr: 9)
13.
Al-Busyraa
(Berita Gembira)
Al-Quran
sering menceritakan kabar gembira bagi mereka yang beriman kepada Allah dan
menjalani hidup menurut kehendak dan jalan yang telah diatur oleh Al-Quran.
Kabar-kabar ini menyampaikan pengakhiran yang baik dan balasan yang
menggembirakan bagi orang-orang yang patuh dengan intipati Al-Quran. Telalu
banyak janji-janji gembira yang pasti dari Allah untuk mereka yang beriman
dengan ayat-ayatnya.
“Dan (ingatlah) pada hari (ketika) Kami bangkitkan setiap umat seorang
saksi atas mereka dari mereka sendiri, dan Kami datangkan engkau (Muhammad)
menjadi saksi atas mereka. Dan Kami turunkan Kitab (Al-Quran) kepadamu untuk
menjelaskan segala sesuatu, sebagai petunjuk serta rahmat dan khabar gembira
bagi orang yang berserah diri (muslim).”(Q.S an-Nahl: 89)
C. Perbedaan Al-Qur’an dengan Hadits Qudsi
Hadist-hadist
Nabi SAW meskipun dari segi redaksinya disusun oleh Nabi sendiri namun dari
segi maknanya ia berasal dari Allah. Oleh karena itu, hadist-hadist Nabi juga diisyaratkan
dalam firman Allah surah an-Najmu ayat 3-4 sebagai berikut:
Artinya: “Dan tiadalah yang diucapkannya
itu(al-Qur’an)menurut kemauan hawa nafsunya. Ucappannya itu tiada lain hanyalah
wahyu yang diwahyukan (kepadanya)”. (Q.S al-Najm: 3-4)
Seperti
yang kita ketahui bahwa Al-qur'an merupakan mu'jizat yang diturunkan oleh Allah
kepada Nabi Muhammad SAW dengan perantara malaikat jibril secara
berangsur-angsur dan membacanya dianggap sebagai ibadah.
Sedangkan
hadits qudsi adalah perkataan-perkataan Nabi dengan mengatakan "Allah
berfirman". Sedangkan menurut ath-thibi, hadits qudsi merupakan titah
tuhan yang disampaikan kepada Nabi melalui mimpi, kemudian diterangkan oleh Nabi
dengan bahasanya sendiri serta menyandarkannya kepada Allah. Oleh sebab itu
hadits qudsi disebut juga hadits illahi atau hadits rabbani.
Dengan demikian dapat kita ketahui bahwa perbedaan yang mendasar antara Al-qur'an dan hadits qudsi, diantaranya:
Dengan demikian dapat kita ketahui bahwa perbedaan yang mendasar antara Al-qur'an dan hadits qudsi, diantaranya:
1.
Al-Qur’anul
Karim adalah kalam Allah yang di wahyukan kepada rasulullah dengan lafalznya,
dan dengan itu pula orang Arab di tantang; tetapi mereka tidak mampu membuat
seperti Qur’an itu, atau 10 surah yang serupa itu, bahkan 1 surah sekalipun.
Tantangan itu tetap berlaku, karna Qur’an adalah mukjizat yang abadi hingga
hari kiamat, sedangkan hadist kudtshi tidak untuk menantang dan tidak pula
untuk mukjizat.
2.
Al-Qur’anul
Karim adalah hanya dinisbahkan kepada Allah, sehingga di katakana; Allah
ta’alla telah berfirman. Sedang hadist kudshi – seperti telah di jelaskan di
atas – terkadang di riwayatkan dengan di samarkan kepada Allah; sehingga nisbah
hadist kudshi kepada Allah itu merupakan nisbah di buatkan. Maka di katakan;
“Allah telah berfirman atau Allah berfirman. ‘dan terkadang pula di riwayatkan
dengan di samarkan kepada Rasulullah s.a.w; tetapi nisbahnya adalah nisbah kabar,
karena Nabi yang menyampaikan hadist itu dari Allah. Maka dikatakan: Rasulullah
s.a.w mengatakan mengenai apa yang diriwayatkan dari tuhannya.
3.
Lafaz dan makna
al-Quran adalah wahyu dari Allah dan membacanya menjadi ibadah secara khusus.
Sedangkan hadist qudsi maknanya saja yang merupakan wahyu dan membacanya bukan
ibadah secara khusus.
Nilai
ibadah membaca Qur’an juga terdapat dalam hadis:
“Barang siapa membaca satu huruf dari Qur’an, maka dia akan memperoleh satu
kebaikan. Dan kebaikan itu akan dibalas sepuluh kali lipat. Aku tidak
mengatakan alif lam mim itu satu
huruf. Tetapi alif satu huruf, lam satu huruf dan mim satu huruf.
Sedang hadis kudsi tidak disuruh membacanya di dalam shalat. Allah
memberikan pahala membaca hadis kudsi secara umum saja. Maka membaca hadis
kudsi tidak akan memperoleh pahala seperti yang disebutkan dalam hadis mengenai
membaca Qur’an bahwa pada setiap huruf mendapatkan sepuluh kebaikan.
4.
Al-Qur’anul
Karim dari Allah, baik lafal maupun maknanya. Maka ia adalah wahyu, baik dalam
lafal ataupun maknanya. Sedang hadis kudsi maknanya saja yang dari Allah,
sedang lafalnya dari Rasulullah s.a.w. Hadis kudsi ialah wahyu dalam makna tetapi
bukan dalam lafal. Oleh sebab itu, menurut sebagian besar ahli hadis
diperbolehkan meriwayatkan hadis kudsi dengan maknanya saja.
5.
Semua ketentuan
hukum bagi Al-qur'an tentang membaca dan menyentuhnya tidak berlaku bagi hadits
qudsi.
6.
Seluruh isi Qur’an
dinukil secara mutawatir, sehingga kepastiannya sudah mutlak. Sedang
hadist-hadis kudsi kebanyakannya adalah khabar ahad, sehingga masih merupakan
dugaan. Ada kalanya hadis kuqsi itu sahih, terkadang hasan (baik) dan terkadang pula da’if
(lemah).
D. Kandungan Al-Qur'an
Di dalam
surat-surat dan ayat-ayat Al-Qur’an terkandung kandungan yang secara garis
besar dapat kita bagi menjadi beberapa hal pokok atau hal utama beserta
pengertian atau arti definisi dari masing-masing kandungan inti sarinya, yaitu sebagaimana
berikut ini:
1. Aqidah
/ Akidah
Aqidah adalah ilmu yang
mengajarkan manusia mengenai kepercayaan yang pasti wajib dimiliki oleh setiap
orang di dunia. Al-qur’an mengajarkan akidah tauhid kepada kita yaitu
menanamkan keyakinan terhadap Allah SWT yang satu yang tidak pernah tidur dan
tidak beranak-pinak. Percaya kepada Allah SWT adalah salah satu butir rukun
iman yang pertama. Orang yang tidak percaya terhadap rukun iman disebut sebagai
orang-orang kafir.
2. Ibadah
Ibadah adalah ta’at, tunduk,
ikut atau nurut dari segi bahasanya. Dari pengertian "fuqaha" ibadah
adalah segala bentuk keta’atan yang dijalankan atau dikerjakan untuk
mendapatkan ridho dari Allah SWT. Bentuk ibadah dasar dalam ajaran agama islam
yakni seperti yang tercantum dalam lima butir rukum islam. Mengucapkan dua
kalimat syahadat, sholat lima waktu, membayar zakat, puasa di bulan suci
ramadhan dan beribadah pergi haji bagi yang telah mampu menjalankannya.
3. Akhlaq
/ Akhlak
Kata akhlak merupakan jamak
dari al-khuluq. Secara harfiah, ia berasal dari kata kholaqa yang berarti
menjadikan. Dan al-khuluq berarti kejadian. Secara istilah, al-akhlaq diartikan
kepada suasana jiwa (ahwal an-nafs) yang berpengaruh pada prilaku. Akhlak
adalah perilaku yang dimiliki oleh manusia, baik akhlak yang terpuji atau
akhlakul karimah maupun yang tercela atau akhlakul madzmumah. Allah SWT
mengutus Nabi Muhammd SAW tidak lain dan tidak bukan adalah untuk memperbaiki
akhlak. Setiap manusia harus mengikuti apa yang diperintahkannya dan menjauhi
larangannya.
4. Hukum-Hukum
Hukum yang ada di Al-qur’an
adalah memberi suruhan atau perintah kepada orang yang beriman untuk mengadili
dan memberikan penjatuhan hukuman, hukum pada sesama manusia yang terbukti
bersalah. Hukum dalam islam berdasarkan Al-qur'an ada beberapa jenis atau macam
seperti jinayat, mu'amalat, munakahat, faraidh dan jihad. Ini menunjukan bahwa
hukum islam sangat komprehensif, tidak ada aspek kehidupan manusia tata aturan
hukumnya.
5.
Peringatan / Tadzkir
Tadzkir atau peringatan
adalah sesuatu yang memberi peringatan kepada manusia akan ancaman Allah SWT
berupa siksa neraka atau waa'id. Tadzkir juga bisa berupa kabar gembira bagi orang-orang
yang beriman kepadanya dengan balasan berupa nikmat surga jannah atau waa'ad.
Di samping itu ada pula gambaran yang menyenangkan di dalam al-qu’ran atau
disebut juga targhib dan kebalikannya gambaran yang menakutkan dengan istilah
lainnya tarhib.
6.
Sejarah-Sejarah atau Kisah-Kisah
Sejarah atau kisah adalah
cerita mengenai orang-orang yang terdahulu baik yang mendapatkan kejayaan
akibat taat kepada Allah SWT serta ada juga yang mengalami kebinasaan akibat
tidak taat atau ingkar terhadap Allah SWT. Dalam menjalankan kehidupan
sehari-hari sebaiknya kita mengambil pelajaran yang baik-baik dari sejarah masa
lalu atau dengan istilah lain ikibar.
7.
Dorongan Untuk Berpikir
Di dalam al-qur'an banyak
ayat-ayat yang mengulas suatu bahasan yang memerlukan pemikiran manusia untuk
mendapatkan manfaat dan juga membuktikan kebenarannya, terutama mengenai alam
semesta.
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Ahmad.1969.“Kitab Al-Akhlaq”.Beirut:Darulkitab
Al-Arabi
Yunus, M Kadar.2009.“Studi Al-Qur’an”.Jakarta:Amzah
AS, Mudzakir.2009.“Studi Ilmu-ilmu Qur’an”.Bogor:PT.Pustaka
Litera Antar Nusa
Suma, A Muhammad.2013.“Ulumul Qur’an”.Jakarta:PT.Raja Grafindo
Persada
Solahudin, Agus M.2008.“Ulumul Hadist”.Bandung:Pustaka Setia
Zaini, Muhammad.2012.“Pengantar ‘Ulumul Qur’an”.Banda
Aceh:Yayasan PeNa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar